Kisah Inspiratif: Wanita Tangguh Bertarung Melawan Kanker Payudara [Part 3: Last edition] by alfarisi

View this thread on steempeak.com
· @alfarisi ·
$1.38
Kisah Inspiratif: Wanita Tangguh Bertarung Melawan Kanker Payudara [Part 3: Last edition]
<html>

<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmfQhavwUBEg4HLsdALf7saD2WdCs6dRUHQYx8KiYH4ocZ/image.png</center><center><a href="https://id.pinterest.com/pin/589619776187249792/">pinterest.com</a></center></p>

<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmUi65Ju6tqvB3RimouKfTWyPtkJmsxsoSPBsYa9WJqd53/image.png</center></p>

<p>Setelah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kemoterapi berdasarkan informasi-informasi yang ia dapat, akhirnya Aisyah pun harus menjalani pengobatan kemoterapi tersebut. Tidak seperti operasi mastektomi yang berjalan dengan lancar, setelah kemoterapi yang kedua ia pun menghadapi sebuah hambatan, yaitu rasa sakit. Rasa sakit yang luar biasa yang ia rasakan hampir membuat Aisyah tidak ingin lagi melanjutkan pengobatan kemoterapi tersebut. Aisyah takut membayangkan bahwa ia harus menghadapi rasa sakit itu berkali-kali lagi hingga proses kemoterapi itu selesai. Melihat hal tersebut, suami Aisyah tidak membiarkan rasa takut Aisyah menguasai pikirannya. Suami Aisyah serta rekan-rekan kerja Aisyah terus memberikan dukungan kepada Aisyah agar ia mau melanjutkan pengobatan, bahwa rasa sakit itu lah yang harus ia hadapi untuk mencapai kesembuhan yang ia inginkan.</p>

<p>Bersamaan dengan itu, setelah rasa sakit berangsur-angsur berkurang beberapa hari setelah kemoterapi selesai, keinginannya untuk kembali melanjutkan pengobatan pun timbul. Walaupun, tetap saja ia terus menerus mengeluhkan rasa sakit ketika obat kemoterapi itu dimasukkan ke dalam tubuhnya hingga beberapa hari setelah itu. Beberapa hari setelah menjalani kemoterapi pertama dan ketiga, Aisyah sempat dirawat di unit gawat darurat dikarenakan ia tidak mengonsumsi makanan maupun cairan sehingga ia pingsan ketika sedang beristirahat di rumah. Suaminya yang pada saat itu masih berada di rumah untuk mendampinginya bergegas membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.</p>

<blockquote><em>“Setelah kemo kedua mau berhentilah, nggak mau menjalaninya lagi, karena luar biasa kali sakitnya.”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Karena sakit (suara meninggi), sakit kali, terus takut nanti pas kemo ketiga pasti kek gini lagi, terus dibilang juga sama suami, sama kawankawan, kan udah ngalamin sakitnya, udah tau, udah dijalanin, yaudah, nanti kemo ketiga kayak gitu juga, jalanin ajah, rasakan ajah sakitnya, toh gitu juga, emang itu yang harus dijalanin... tapi kalo udah siap selesai, udah enam hari, kayak gini kan, timbul semangatnya, kalo gak kemo gak bisa nih...”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Iyah, dilanjut (tertawa kecil), paling nanti ngeluhnya pas kemo, ngeluhlah sakit, tapi pas udah enakan gini, tetap mau”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Nggak ada cairan yang masuk, makanan nggak ada yang masuk, muntahnya luar biasa, tambah lagi haid, jadi kayaknya, sempet sih pingsan, pas ngambil air minum, berdiri, pingsan, karena pakek cangkir gitu kan, cangkirnya jatuh, suami keluar, sempet juga teriak, tapi diaaam gitu, air udah beserak dibawah, di tolong juga sama suami, karena kalau apapun pasti suami yang nolong, dipapahkan, nggak bisa jalan sendiri.”</em></blockquote>

<p>Semenjak menjalani kemoterapi, pergerakan Aisyah semakin terbatas. Ia bahkan harus sering mengambil cuti bekerja. Di rumah, Aisyah dibantu oleh suaminya untuk melakukan aktivitas-aktivitas pribadi. Ibu Aisyah yang tinggal di rumah yang berbeda, sejak Aisyah menjalani kemoterapi, ia pun ikut tinggal bersama dengan Aisyah untuk membantu Aisyah mengurus anak-anak Aisyah dan rumahnya, dikarenakan suami Aisyah yang bekerja di luar kota sehingga tidak bisa menjaga Aisyah terus menerus dalam jangka waktu yang lama.</p>

<blockquote><em>“Orangtua mamak ajah.. cuman kan mamak, nggak tinggal sama kami, cuman nemenin, kalau suami pulang, mamak datang..”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Iyaa.. tapi kalau pas kayak gini, mamak di rumah juga.. biar ada yang bantuin, karena kan nggak ada yang masak,”</em></blockquote>

<p>Pengobatan kemoterapi yang sedang ia jalani, tidak ia anggap sebagai penghalang, tetapi ia anggap sebagai satu-satunya cara untuk mencapai tujuannya, yaitu untuk sembuh. Penting baginya untuk mencapai kesembuhan tersebut karena ia tidak ingin terus menerus merasakan sakit. Rasa sakit yang ia rasakan sebagai dampak dari kemoterapi harus ia hadapi sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kesembuhan tersebut. Jika ia berhenti menjalani pengobatan, maka rasa sakit juga yang akan ia hadapi nantinya. Aisyah juga menganggap bahwa kesembuhan yang ia inginkan sangat mungkin tercapai dan ia mampu mencapainya. Anggapan ini muncul karena ia menanamkan pemikiran positif di dalam dirinya, ia percaya bahwa pemikiran yang positif akan mengarahkan kita kepada hasil yang positif pula.</p>

<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmQrHdA2VQLmoWFHGLtzHqXDSNAbC2G3ZabkwvsxzSB19T/image.png</center><center><a href="https://id.pinterest.com/pin/788270741006146515/">pinterest.com</a></center></p>

<blockquote><em>“Sebenarnya nggak jadi penghalang sih, yah tadi itu, dialah memang jalan satu-satunya untuk sembuh, jadi yang memang harus dijalanin, memang udah itu lah pengobatannya, kalau kanker dimanapun kita tahu, memang ada yang kemo ada yang nggak, sesuai dengan hasil ya kan, tapi kalau memang hasilnya udah harus kemo, ya udah, malah dulu pas dibilang dokter harus kemo, eee... nggak ada sikitpun batin nolak, kemo dok, iya kemo, langsung meng-iya-kan gitu, karena mungkin kan belom tau sakitnya, setelah udah tau sakitnya pun ternyata sakitnya itu hanya sekian hari sajanya, habis itu biasa lagi, walaupun sakitnya memang luar biasa.. memang itu jalan satu-satunya buat sembuh, kan nggak mungkin motong jalan ya kan (tertawa)..”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Penting lah, penting kali, karena itu tadi, kepengen sembuhny itu kan karena nggak mau terus-terusan sakit, toh kalau kita biar-biarkan penyakit itu, bakal nyiksa ke diri kita juga, bakal sakit juga yang kita rasakan, jadi kenapa kita nggak ngerasakan sakit, toh efeknya untuk penyembuhan kita, daripada kita berdiam diri, membiarkan penyakit itu kemana-mana yang berujungkan toh sakit juga, yang ujungnya kehilangan nyawa, kan gitu, itu yang dipikiran sekarang, jadi memang lebih bagus, yaudah dijalanin memang kek gini lah, untuk sembuh itu memang harus sakitlah seperti ini pengobatannya, ya udahlah dijalanin ajah”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Mungkin, sangat mungkin, karena itu tadi ya kan, semua itu pasti berawal dari pikiran kita, kita bisa pasti bisa, kita berpikir sehat pasti sehat, kalaupun kita sebelumnya sudah, walaupun memang awal-awalnya, belum menjalani udah pasti sakit pasti gini, karena kalau pikiran kita gitu pasti jadi sakit betul kita, tapi kalau kita berpikir bisa lah ini bisa, walaupun akhirnya mungkin sempat syok ya kan, tapi kan mungkin yang penting kita kan udah usaha.. intinya ginilah, sehat itu berawal dari pikiran ajah..”</em></blockquote>

<p>Keinginan untuk sembuh berasal dari dalam dirinya, muncul begitu saja segera setelah ia divonis kanker. Seperti yang diungkapkan sebelumnya, yang memotivasi hal ini ialah keberadaan anak-anaknya yang masih kecil dan suami. Aisyah, dengan dukungan dari suaminya, bahkan tidak ragu untuk menghilangkan salah satu anggota tubuhnya yang dianggap sebagai simbol kecantikan bagi wanita, jika menghilangkan anggota tubuh tersebut memang berkontribusi terhadap pencapaiannya untuk sembuh.</p>

<blockquote><em>“Dari pertama itu divonis sama dokter kanker, hati kecil kepikiran harus sembuh,”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Harus sembuh, malah memang sempet, divonis kanker.. biasa kan orang divonis kanker langsung down atau apa gitu, saya malah nggak, divonis kanker emang down tapi cuman harus, kata dokter kalau itu emang positif kanker, harus dibuang, yaudah buang, karena itu penyakit, buat apa disimpen-simpen, buang ya buang... karena kebanyakan, itu istilahnya apa kita yaa, itu kan kecantikan kita, apalah kata orang, kata suami, tapi saya nggak berpikir gitu, berpikir, ya udahlah kalau memang itu dibuang yah dibuang yang penting sehat.”</em></blockquote>

<p>Oleh karena itu, rencana Aisyah untuk mencapai kesembuhan adalah menjalani proses kemoterapi ini hingga selesai. Setelah ia dinyatakan bebas kanker, maka ia ingin menjalani pola hidup sehat, agar penyakit ini tidak terulang lagi. Segera setelah pengobatan kemoterapi selesai, ia juga berkeinginan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit khusus kanker yang berada di Jakarta. Keinginannya ini mendapatkan dukungan dari seluruh keluarganya. Walaupun ada tetangga sekitar tempat tinggalnya yang merasa kasihan dan menyarankan Aisyah untuk pengobatan alternatif yang tidak melibatkan rasa sakit, Aisyah tetap berpegang teguh pada pendiriannya, bahwa ia ingin pengobatan yang sedang ia jalani ini benar-benar selesai terlebih dahulu. Bahkan jika di kemudian hari penyakit tersebut muncul kembali, ia siap untuk melanjutkan pengobatan yang dapat menghilangkan penyakitnya.</p>

<blockquote><em>“Kalau jangka pendeknya mungkin, menjalani kemo inilah sampe selesai, setelah selesai yang pasti hidup sehatlah, ya walaupun kayak kemaren lah ada baca-baca buku, nggak harus sakit untuk menjadi lebih sehat.. itu ajah patokan, jadi memang harus hidup sehat, nggak mau lagi ngulang yang dulu-dulu”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Ada, kemaren sempat cerita sama suami, sama mertua juga... nanti kalau udah selesai kemo pengenlah kontrol kayak ibu, ke darmais, alhamdulillah suami itu respon, ya udah nanti kalau mau kesana dikawanin, yang penting sembuh dulu, semangat, nanti kalau memang mau kesana dikawanin, alhamdulillahnya mereka support, alhamdulillahnya pun orang-orang pun support, kayak orang tua, kakak, tetangga gitu kan... karena kasian kali ya liat itu sakit, udahlah nggak usah kemo... berobat alernatif ajah kesini.. kasian liat asal habis kemo mual muntah, tapi ada penolakan sendiri, nggak mau lah yang gitu, selesai dulu semua, banyak yang datang ke rumah menawarkan ini itu, cuman kan nggak mungkin kita bilang, nggak mau itu bukan obat, kita tolak ajah, nantilah bu, selesai kemo kita coba, pokoknya setiap yang menawarkan gitulah jawabannya, karena dokternya menyarankan nggak boleh campur-campur... itu aja.”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Aduh kalau itu nggak bisa berpikir lah.. tapi yang pasti berobat terus, kalau nanti katanya eh masih ada, ya pasti konsultasi harus gimana, kalau memang harus menjalani ntah apalagi, yah harus dijalanin dulu lah, nantinya pokoknya dijalanin dulu untuk penyembuhannya...”</em></blockquote>

<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmcRjqzwtMG5uFgd7MNezwxptxJZDgsyoTcueVao4ZBG8Q/image.png</center><center><a href="https://id.pinterest.com/pin/726768458588077218/">pinterest.com</a></center></p>

<p>Aisyah menyadari bahwa untuk mencapai tujuannya ia tidak bekerja sendiri. Mulai dari suami yang selalu berusaha menyempatkan untuk pulang dan mendampingi istrinya ketika akan menjalani operasi, kemoterapi bahkan tetap tinggal hingga beberapa hari setelah Aisyah menjalani kemoterapi. Keluarga, yaitu ibu dan saudara-saudara kandungnya, yang selalu mendukung dan tidak menghalang-halangi keinginannya untuk menjalani pengobatan, walaupun merasa kasihan ketika melihat Aisyah kesakitan ketika menjalani kemoterapi. Hingga anak-anak sedikit banyaknya mulai memahami bahwa ibu mereka sedang sakit sehingga mereka tidak banyak mengeluh ketika harus ditinggal ibunya ke rumah sakit menjalani pengobatan. Kerinduan untuk bekerja dan dukungan yang ia dapat dari rekan-rekan sekerjanya membantu Aisyah untuk sejenak melupakan apa yang sedang ia hadapi.</p>

<p>Hal-hal ini lah yang berkontribusi untuk terus mempertahankan semangat Aisyah untuk mencapai tujuannya. Dukungan yang paling ia rasakan ialah tenaga yang suaminya habiskan selama ia menjalani pengobatan ini. Suaminya yang harus bolak-balik rumah dan tempat kerja, membelikan apa saja yang Aisyah inginkan walaupun itu sudah tengah malam hingga mengajak Aisyah jalan-jalan ketika Aisyah merasa bosan berada di rumah terus menerus, setelah sebelumnya memastikan kondisi Aisyah memang bisa untuk diajak jalan-jalan, walaupun Aisyah tidak menghabiskan waktu yang lama di luar. Tentu saja hal ini semakin menambah semangat Aisyah untuk sembuh. Tak lupa ia berdoa kepada Allah untuk diberikan kesembuhan dan terus mencari informasi-informasi yang dapat membantunya mengurangi rasa sakit ataupun menguatkannya secara fisik.</p>

<blockquote><em>“Yang pasti keluarga lah.. suami, suami yang begitu semangatnya untuk menyembuhkan istrinya ini yang sakit, sampai-sampai nggak waktunya pulang pun diusahakan dia untuk pulang, karena sangking kepengen dia itu liat istrinya sembuh, keluarga, kakak-kakak mereka pun selalu support.. dari pertama divonis, mereka nggak yang jangan dioperasi, jangan dibuang, kesini ajah, nggak begitu, yaudah operasi ya operasi, yah mereka semua support, yah memang pas mereka liat saya habis kemo, yah kasian mereka liat saya, sampek kakak yang pertama bialng juga ya udahlah nggak usah kemo, tapi kalau udah liat semangat gini, sehat nya yaah, ya udahlah kemo ajah lagi, jadi semangat lagi, jadi kemo lagi lah ya, ya iya lah, bilang sama suami pun, aku kemo lagi yah mas, nah gitu lah semangat, mas ajah semangat masa tuti nggak, terakhir timbul juga semangat, ditambah lagi anak-anak, mereka pun udah ngerti, mama mau kemo, iyaa.. buat sembuh kan ma.. iyaa.. sedih rasanya gitu kan, mereka ajah ditinggal gitu nggak nangis, itu lah semangat itu, makanya nanti ni tanggal 25 ini, kemo keempat dijalanin ajah...”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Banyak, dukungan semangat satu... yah tenagalah pasti dari suami karena harus pulang-pulang, finansial yah pasti lah ya.. walaupun pake askes, itu kan untuk pengobatan, bukan masalah, tapi setelah pulang, kita ini, mau makan ajah pun rasanya nggak enak, pengen ini, belik, padahal bukan dimakan nantik, kepengen ini belik, sampek nantik suami udah hari gini ngajak refreshing biar ga bosan di rumah, biar ga nampak kali sakitnya, yah itu tadi, finansial di luar pengobatan, semua diusahakan, yang penting nggak bileh berpikir banyak, padahal kadang-kadang berpikir juga, kasian kali, malam-malam nanti, mas pengen ini, dibeli, padahal bukan dimakan, yang dimakan pun sikit, karena yang dimakan sikit, mungkin pun suami berpikiran, capek aku beliknya yang dimakan pun cuman segini, tapi dia nggak menunjukkannya, yaudah kalau nggak mau lagi udah, walaupun kita tahu gitu... itu lah rasanya tadi, semangatnya buat kita, nggak kenal waktu, nggak kenal capek, ngurusin anak, masa kita nggak mau ya kan, orang itu ajah udah berusaha, ya udahlah, walaupun sakit harus dijalanin, itu pula lah jalan satu-satunya”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Anak-anak, dukungan dari keluarga, dukungan teman-teman, tambah lagi, pengen sembuh, pengen cepat-cepat kerja gini, udah berapa hari di rumah ajah, rindu sama situasi kerja, sama kawan-kawan, itu yang buat semangat, apalagi kalau opname, liat orang itu kerja, aduh, cepatlah aku sembuh, kayak orang itu enak,”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Iyah, lebih banyak yang buat semangat, itu lah tadi mungkin enaknya kita kerja, kalau kita di rumah aja, situasinya ajah, apalagi anak-anak ya kan, anak-anak ini kan labil, bandel, apalagi pas kita sakit pun emosi kita labil ya kan, apa nggak semakin down kita, liat tetangga lagi yang mengasihani, kita sebenarnya nggak kepengen sih dikasihani, pengennya disemangatin, kalau kerja gini kan situasinya ganti, jumpa kawan, semangat lagi, pulang liat anak, semangat lagi, nanti liat hari-hari jelang suami pulang, semangat lagi,”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Yang pertama pasti doa ya, minta dikasi yang terbaik, dimudahkan jalannya, dikasi kekuatan, keikhlasan, sabar, yah walaupun sabar nggak ada batas, tapi kita minta lah yang lebih lagi.. selain itu, pengobatan, minum obat, walaupun kadang-kadang, bosan juga minum obat, untuk nelannya ajah susah, dengan mulut yang sariawan, sakit, tapi kan kalau bukan kita yang semangat buat diri kita sembuh, siapa lagi”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Suka, via internet, kemaren itu sempat juga liat efek dari kemo, ternyata yang diinternet pun nggak jauh beda sama yang dialami, memang sakit, untuk mengatasinya itu yah minum obat penghilang rasa sakit, walaupun nggak respon, banyak minum jus buah, walaupun nggak keminum, banyaklah, memang setelah kemo itu, kita nggak bisa langsung yang kita harapkan dari yang kita baca itu nggak bisa kita buat untuk diri kita, makanya kek suami kadang, dilawan, kek gini, nggak bisa, kadang sempat juga terucapkan karena nggak mengalami, tuti yang ngalamin sakitnya luar biasa, kadang suami bilang, memang cuman ini lah yang bisa dikasi, support karena memang betul mas nggak ngalamin, cuman ini lah yang bisa dikasi”</em></blockquote>

<p>Penyakit kanker yang ia derita ini ia anggap sebagai berkah dari Yang Maha Kuasa, teguran agar Aisyah lebih mendekatkan diri kepadaNya. Banyak hikmah yang ia rasakan, antara lain: suami yang semakin sayang, keluarga yang semakin dekat, hubungan silaturahmi antar saudara yang terjalin kembali setelah sebelumnya mereka disibukkan dengan urusan keluarga masing-masing, sekarang mulai sering berkunjung ke rumah Aisyah ataupun menyempatkan diri untuk menanyakan keadaan Aisyah di tengah-tengah kesibukan mereka. Semua hal ini ia dapatkan, setelah ia menderita kanker.</p>

<blockquote><em>“Yah kanker itu mungkin dianggap sebagai berkah, rejeki, ujian..”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Yah mungkin, Allah ngasi ini karena ini yang terbaik, ini ada rencana lain, mungkin dengan adanya penyakit ini, bisa lebih dekat ke Dia, otomatis kan kita selalu doa ke Dia, minta yang terbaik, amaknya kita jadi dekatlah sama dia, kita terus menjalani hidup sehat, yah mungkin ini lah, rejekinya, dikasi ini biar tau bahwasanya kalau nggak hidup sehat itu yah beginilah jadinya, berkahlah, memang ada lah hikmahnya, memang dirasakan hikmahnya itu, suami makin sayang makin perhatian, anak-anank makin pengertian, keluarga makin dekat, karena silaturahmi terus, ke rumah terus liat kondisi, itu tadi, terkadang kalau lagi sendiri, ini lah hikmahnya, berkahnya...”</em></blockquote>

<blockquote><em>“Nggak jarang, cuman kan ita jauh-jauhan, kalau datang cuman pas lagi ada acara, nanti kita pun sibuk kerja, tapi dengan sakit gini, apalagi habis kemo, rutin itu, nelfon, dateng gitu, jadi istilahnya, karena kita kalau udah bekeluarga gini kan beda, masing-masing punya urusan sendiri-sendiri, nanti pas malem dateng gitu kan kakak, seneng gitu, ada waktunya liat adeknya sakit, kalau dulu kan nggak, main yah main sesekali aja, banyak urusannya masing-masing, kalaupun memang sebenarnya selama ini bukannya nggak dekat dalam arti lain, tapi karena sibuk ajah sama urusan masing-masing, kalau sekarang sibuk pun masih disempat-sempatin”</em></blockquote>

<p>Pada akhirnya, dengan semua hal ini, ia merasa mampu untuk mencapai kesembuhan yang ia inginkan. Jika ia berhasil sembuh, ia ingin membeli rumah yang sejak dulu ia idam-idamkan dan menghabiskan sisa waktunya dengan suami berdua... <em>Selesai</em>.</p>

<p><center><em><h1><a href="https://steemit.com/@alfarisi">THE END</a></h1></em></center><p>


<center>https://cdn.steemitimages.com/DQmUi65Ju6tqvB3RimouKfTWyPtkJmsxsoSPBsYa9WJqd53/image.png</center></p>

<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmSmkgXGCPXRQ5FF8uKL669EtkbRhVC9FRiTqDS5JnPS67/KSI%20A%20A%20A.png</center></p>

<p><center><h1><a href="https://steemit.com/faq.html">Wondering How Steemit Works, Read Steemit FAQ?</a></h1></center></p>
<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmUi65Ju6tqvB3RimouKfTWyPtkJmsxsoSPBsYa9WJqd53/image.png</center></p>
<p><center>https://cdn.steemitimages.com/DQmazbD4JMJfti4mBDq8pELTyNnD3RsWfVg54b8UQDWfeCs/image.png</center></p>
</html>
👍  , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , and 40 others
properties (23)
post_id62,804,551
authoralfarisi
permlinkkisah-inspiratif-wanita-tangguh-bertarung-melawan-kanker-payudara-part-3-last-edition
categoryfiction
json_metadata{"format":"html","tags":["fiction","indonesia","life","story","writing"],"app":"steemit\/0.1","image":["https:\/\/cdn.steemitimages.com\/DQmfQhavwUBEg4HLsdALf7saD2WdCs6dRUHQYx8KiYH4ocZ\/image.png"],"links":["https:\/\/id.pinterest.com\/pin\/589619776187249792\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pin\/788270741006146515\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pin\/726768458588077218\/","https:\/\/steemit.com\/@alfarisi","https:\/\/steemit.com\/faq.html"]}
created2018-09-19 15:06:51
last_update2018-09-19 15:06:51
depth0
children0
net_rshares1,200,273,238,089
last_payout2018-09-26 15:06:51
cashout_time1969-12-31 23:59:59
total_payout_value1.200 SBD
curator_payout_value0.182 SBD
pending_payout_value0.000 SBD
promoted0.000 SBD
body_length19,762
author_reputation24,297,162,348,293
root_title"Kisah Inspiratif: Wanita Tangguh Bertarung Melawan Kanker Payudara [Part 3: Last edition]"
beneficiaries[]
max_accepted_payout1,000,000.000 SBD
percent_steem_dollars10,000
author_curate_reward""
vote details (104)