![IMG_20171211_160608.jpg](https://res.cloudinary.com/hpiynhbhq/image/upload/v1516548312/quvosmtp7voyajaqet1w.jpg)

### Kucing ini biasa dipanggil Ara. Singkatan dari nama lengkapnya Arakatee. Ara masih bocah. Dari gayanya yang suka menggelendot manja, atau main kucing-kucingan dengan ayam jago, kutaksir ia masih seumuran jagung, belum bisa disebut remaja tanggung. 

Barangkali Arakatee akan hidup sebatang kara kalau saja orang-orang @kanotbu tak mengadopsinya saat ia ditemukan mengeong-ngeong lirih di sudut tembok pembatas #BivakEmperom dengan Kantor BKSDA, pada satu siang yang lembab akhir Desember penuh hujan. Ia datang seorang diri. Atau mungkin ibunya dengan sengaja dan tega membuangnya ke sini. Tapi tak ada yang benar-benar tahu, lebih tepatnya tak mau tahu, tentang soalan; apakah betul ibunya telah membuangnya?

Yang jelas, setelah resmi diadopsi sebagai penghuni tetap Bivak Emperom, Arakatee menjadi satu figur penting. Meski masih bocah, ia terlibat dalam beberapa kerja kebudayaan dan kegiatan seni, yang kupikir, tak pernah dialami kucing lain kecuali mendiang Chen-chen yang memilih mati di belakang lemari, di salah satu kamar Bivak Emperom sekitar bulan Oktober lewat. 

![IMG_20171225_165550.jpg](https://res.cloudinary.com/hpiynhbhq/image/upload/v1516550471/vbxbclrwihvdf9f9abho.jpg)

Arakatee tahu banyak tentang Chen-chen berikut sepak terjang dalam kerja-kerja kebudayaan dari omongan orang-orang di Bivak Emperom. Ia ingin seperti pendahulunya atau kalau mungkin ingin lebih dari itu kecuali satu: ia tak mau mati muda. Bersoal Chen-chen yang mati muda, Arakatee, dengan meongannya yang khas pernah memberi tanggapan yang membuat beberapa orang terkesima. 

"Mungkin Chen-chen memilih mati cepat-cepat biar dianggap sama dengan Soe Hok Gie, Kurt Cobain, Tupac, atau Jimi Hendrix. Mungkin dia punya mimpi namanya masuk dalam deretan pesohor yang mati muda," kata Arakatee waktu itu. 

>Aku mau seperti Chen-chen dalam hal berkarya, kata Arakatee, tapi aku tidak mau seperti dia dalam hal cepat mati. 

Sejak mengungkapkan pendapatnya itu, orang-orang di Bivak Emperom tambah sayang padanya. Ia bukan bocah kucing naif. Bukan bocah kucing kebanyakan seperti yang sering masuk tivi, yang apa-apa minta susu, minta mainan, minta ini itu. Dan kendati masih bocah, ia suka mencari tahu sendiri tentang hal ihwal apa saja yang sering dibicarakan orang-orang di Bivak Emperom. 

![IMG_20171211_160554.jpg](https://res.cloudinary.com/hpiynhbhq/image/upload/v1516550735/nspvsdkjuvoalwv8dxrb.jpg)

Suatu kali, ketika beberapa orang di Bivak Emperom bicara santai tentang sastra, tentang figur sastra, dan nama Seno Gumira Ajidarma disebut-sebut. Arakatee menyimaknya dengan takzim. Ia tak menyela barang sekali meongan pun, kecuali matanya meredup sayu pertanda betapa ia sangat menikmati pembicaraan seperti ini. Lalu, setelah pembicaraan beralih ke cerita tentang Irwandi Yusuf yang suka balas komentar *fesbuk* dengan nada-nada heboh, Arakatee menyelinap ke kamar tengah lantai dua. 

Saat aku perlu mengambil satu berkas di sana, kutemukan Arakatee duduk termangu di depan satu buku tebal bersampul putih. Kitab Omong Kosong, judulnya, Seno Gumira Ajidarma penulisnya. Ketika aku mengeluarkan gawai dari kantong celana untuk sekadar mengabadikan kegiatannya, Arakatee tersadar, lalu dengan cekatan meloncat keluar kamar. Aku kecewa, tapi kemudian urung, karena kupikir Arakatee malu difoto selagi termangu di depan buku.