***
Emak hanya memberikan uang sebesar Rp 30.000 per bulan, lengkap dengan pesan, buat belanja, beli buku, dan sisanya ditabung.
Uang itu bahkan tak cukup buat belanja bulanan. Namun Emak tetap berpesan beli buku dan sisanya ditabung. Dan, kami hanya pasrah tanpa meminta lebih. Karena diminta pun, Emak akan menjawab, akan diusahakan. Namun entah kapan uang itu mampu dikumpulkan.
Usai prosesi wisuda, kami makan siang di sebuah warung. “Wisuda itu pesta dan harus bersyukur. Emak sudah siapkan uang buat makan kita semua di warung,” katanya.
Ritual makan di warung ini langka di keluarga. Hanya terjadi ketika ada anak Emak yang wisuda. Hari ini, makan warung terakhir kami. Karena aku putra bungsu. Sembari menunggu makanan disajikan, aku bercerita dengan bangga, bahwa telah bekerja di harian terbesar provinsi ini. Emak terdiam. Matanya nanar menatap putra pertama, kakak kedua, hingga anaknya ke tujuh.
“Kapan mulai kerja?”
“Besok Mak. Harusnya hari ini. Namun karena wisuda, besok hari pertama,” jawabku bangga.
Abang dan kakakku yang lain mengucapkan selamat bekerja. Prestasi tak pernah tercatat sehari pun sebagai pengangguran selepas memegang gelar sarjana sosial.
“Emak harap kau tak bepuas hati bekerja di situ. Itu bukan pekerjaan. Itu hanya persinggahan sementara. Menunggu kau menjadi abdi negara. Ikutlah tes jika dibuka,” katanya.
Suasana hening. Mata Emak menatapku tajam. Baginya menjadi-abdi- itu penting untuk melayani kaum papa. Dia bercerita betapa repotnya membuat kartu tanda penduduk. Berkali-kali harus ke kecamatan, dan baru selesai pada kunjungan kesekian kalinya. Itu pun dengan namanya salah ketik, dari Siti Rahimah menjadi Ti Rohimah.
Saat ini pun dia tak mau merubah nama yang salah di kartu penduduk itu. Apalah arti sebuah nama. Jika mengubahnya harus menghabiskan uang untuk menyewa sepeda motor tetangga ke kota kecamatan.
“Kalau menjadi –adbi-harus taat pada yang dilayani. Bukan pada atasan. Cukup emak yang berganti nama, hanya karena pegawai negeri itu teledor. Dan emak harus mengeluarkna puluhan ribu karena berkali-kali membayar sewa sepeda motor ke kantor camat.”
***
