**Setelah menerbitkan buku** ***Hadihmaja Filosofi Hidup Orang Aceh*** **saya sering diminta pendapat untuk penelitian mahasiswa, baik S1, S2, maupun S3. Terbaru Muqarramah Fitri Mahasiswi Pasca Sarjana (S2) Universitas Negeri Malang yang menghubungi saya.**
Muqarramah merupakan mahasiswi asal Aceh yang kuliah di Malang. Dia memperoleh nomor handphone saya dari salah seorang jurnalis di Kabupaten Aceh Utara. Pada awal-awal diskusi via telepon itu, saya hanya menjelaskan secara lisan saja. Kemudian Muqarramah meminta email saja karena banyak hal yang ingin dia tanyakan terkait hadihmaja.
Saya pun menyanggupinya, beberapa pertanyaan yang diajukan melalui email itu saya jawab panjang lebar. Tapi masalahnya katanya, untuk kelengkapan administrasi dan bahan penelitiannya tentang hadihmaja, ia harus jumpa langsung dengan saya di Banda Aceh. Minimal ada foto untuk meyakinkan sang professor selaku pembimbingnya bahwa ia benar-benar telah menjumpai saya sebagai nara sumber.
![buku hadihmaja.jpg](https://cdn.steemitimages.com/DQmSszM3xm2Mg7RNNDnMZbMVtLWV2P35QnJfrGrK7hHWzYT/buku%20hadihmaja.jpg)
*Muqarramah Fitri mahasiswi S2 Universitas Negeri Malang dengan buku Hadihmaja Filosofi Hidup Orang Aceh [foto: dokumen pribadi]*
Muqarraham menanyakan kesediaan saya dimana bisa jumpa. Kebetulan pagi itu saya lagi ngopi bareng dengan budayawan Aceh bang Nab Bahany di salah satu warung kopi di dekat bundaran Lambaro, Aceh Besar. Muqarramah pun meminta saya untuk menunggu di sana. Ia siap-siap melaju dari salah satu desa yang disebutnya dekat dengan Bandar Udara (Badara) Internasional Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang, Aceh Besar.
Tak lama kemudian, sekitar 20 menit setelah bicara via telepon selular, Muqarramah sudah tiba di depan Warkop Sareng Kupi. Karena kami belum pernah jumpa, saya dan dia sama-sama belum kenal. Apa lagi di dalam warung ada beberapa pelanggan lain. Ia kembali menghubungi saya dan mengabari bahwa dirinya ada di tempat parkir. Saya keluar mendekati pintu dan mengangkat tangan memberi kode. Setelah salam perkenalan kami sama-sama masuk ke warung, kembali ke meja tempat Bang Nab Bahany duduk.
Setelah sedikit basa-basi dan pesan minuman, Muqarramah kembali menanyakan berbagai pertanyaan seputar hadihmaja pada saja. Bang Nab Bahany selaku budayawan Aceh sekali-kali ikut membantu menjelaskan.
Ternyata Muqarramah lebih banyak menyorot tentang penggunaan hadihmaja di lingkungan pendidikan. Banyak pertanyaan yang dia ajukan, mulai dari nilai-nilai yang terkandung dalam hadihmaja terkait dengan kecakapan sosial *(social skill)* baik personal maupun interpersonal remaja. Saya jawab pertanyaan itu dengan mengutip beberapa hadihmaja terkait pentingnya pendidikan.
Muqarramah kemudian mengeluarkan buku *Hadimjaha Filosofi Hidup Orang Aceh* yang saya tulis. Ia perlihatkan pada saya edisi cetakan pertama terbitan Bandar Publishing. Saya tersenyum, ternyata dia sudah memilikinya. Saya minta dia untuk melihat beberapa hadihmaja yang sesuai dengan pertanyaannya. Mencari hadihmaja dalam buku itu tidak susah, karena disusun berdasarkan abjad dari A sampai Z.
Tapi masalah lainnya, Muqarramah mendefinisikan hadihmaja berdasarkan teks semata, sehingga maknanya sering meleset. Saya dibantu bang Nab Bahany pun menjelaskannya lagi bahwa makna hadihmaja itu sangat tergantung pada penempatannya. Tidak bisa diterjemahkan secara tekstual semata.
![buku hadihmaja2.jpg](https://cdn.steemitimages.com/DQmXB5f9jPzandv9y2iehj9g92WTDXua6JbfuUJDYjfykBn/buku%20hadihmaja2.jpg)
*Memberi penjelasan tentang penerapan hadihmaja dalam masyarakat Aceh [Foto: dokumen pribadi]*
Selanjutnya kami lebih banyak berbicara tentang penerapan hadihmaja dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya untuk kalangan remaja memang selama ini sudah agak memudar. Padahal banyak hadih maja tentang kehidupan remaja yang bisa direvitaliasi.
Dan, satu hal yang selama ini tidak diketahui oleh banyak remaja Aceh bahwa untuk urusan asmara dan percintaan juga ada hadihmaja. Sebagai contoh misalnya saya mengutip hadihmaja.
>Meunyoé ka meusyèn keu rakan sahbat, reudôk keu tungkat kilat keu suwa.
Hadihmaja ini berisi tentang arti penting tentang sebuah kerinduan. Artinya, kalau seseorang itu sudah rindu kepada sahabat atau kekasihnya, ia tidak akan peduli rintangan apa pun untuk penawar rindunya, bahkan dalam hadihmaja ini diibaratkan, *reudôk* (petir) akan dijadikan sebagai tongkat, dan *kilat* (kilat) akan dijadikan sebagai obor untuk mencari sahabat atau kekasih yang dirindukannya. Banyak lagi hadihmaja tentang kehidupan remaja yang bisa direvitalisasi dalam kehidupan ini.
Di ujung pertemua itu Muqarramah kembali bertanya, apakah ada hadihmaja dalam membentuk kecakapan sosial remaja di Aceh?. Saya katakan ada, bahkan sangat banyak. Saya menyebutkan beberapa contohnya, misalnya tentang adab dalam berkawan, bahkan sampai tentang etika dalam tertawa itu diatur. Masyarakat Aceh memilah-milah bentuk tertawaan, mulai dari tawa yang baik sampai tawa yang buruk, yang ditamsilkan antara tawanya iblis, tawa kuda, tawa teungku dan tawanya para ulama, sebagaimana termaktub dalam hadih maja.
>Khém meuhah-hah saleuék iblih, khém meuhih-hih saleuék guda, khém teuseunyöm saleuk bak teungku, khém sigeutu saleuék ulama.
Saya tak perlu menjelaskan lagi bagaimana maksud hadihmaja itu. Setelah merasa cukup, menjelang siang Muqarramah pamit. Tapi ia mengatakan akan kembali menghubungi saja jika ada kendala dengan professor pembimbinnya dalam penelitian tersebut. Masalahnya adalah sang professor orang Jawa yang sama sekali tak paham bahasa Aceh, apa lagi bahasa Aceh dalam hadimaja.