Soal SBD itu bercanda, Sista. Saya juga sejak awal tidak pernah peduli. Dapat alhamdulillah, nggak dapat astaufirullah, hehehehe... Maksudnya, alhamdulillah juga. Menulis sudah jadi kebutuhan. Dibayar nggak dibayar, tetap menulis.
Ihwal pelatihan, memang tidak dengan cepat membentuk karakter wartawan. Tapi minimal memberikan warna lain kalau sudah mengikuti banyak pelatihan dan diskusi. Sewaktu ketua AJI Lhokseumawe, 2005 -2008, saban pekan kami menggelar diskusi dengan berbagai tema. Kalau pelatihan,  kami sangat tekun mengikutinya. Bahkan, ada wartawan yang matang di pelatihan, baik sebagai peserta, panitia, dan kemudian pemateri.

yah begitulah mbak Mariska, di steemit lebih banyak nepotismenya ketimbang mementingkan konten isi status kita, steemian masih memperlakukan sosial media ini seperti halnya fb dan twitter. Cuma sekarang saya mulai merubah cara pandang saya dalam memperlakukan steemit, saya mencoba mengikuti beberapa orang yang mempunyai motivasi menulis atau membuat konten berupa foto, gambar dll yang kalau orang Jawa ngomong "sing ngenah wae sing dimeloki", yang baik aja yang diikuti.. siip :)